Ketenangan Ada Di Gerbang Kemaafan

IMAM As-Syafie RA menukilkan, “Setiap kali bertambah bagiku ilmu, maka bertambahlah bagiku satu lagi kefahaman tentang kejahilanku”. Itu antara sebab perlu mendekatkan diri pada para ulama pewaris Nabi kerana pada mereka terdapat ilmu-ilmu yang memberi ingat pada diri dan faham tentang ilmu. Saat diri mula faham tentang ilmu, maka akan hadir sesuatu perkara yang memerlukan modal paling besar iaitu ketenangan. Usrah Nurani yang bersiaran pada pukul 5.15 petang Jumaat lalu cuba mendalami erti ketenangan yang dapat hadir dalam diri menerusi sebuah kemaafan. Usrah yang diketuai oleh naqib Ustaz Zul Ramli M. Razali serta ahli Usrah di konti iaitu Saudari Najihah serta Farah Alya telah sama-sama mengajak seluruh keluarga besar Usrah Nurani untuk menilai diri sejauh mana kewujudan perasaan maaf, minta maaf dan memaafkan dalam kehidupan dalam memaknai sebuah ketenangan.

Semua orang mendambakan ketenangan sehingga terkadang manusia berhabis harta hanya untuk mengecap ketenangan. Segalanya di laburkan hanya untuk meraih tenang. Miliki keluarga, anak dan juga isteri antara matlamatnya untuk tenang. Belajar tinggi juga matlamatnya, suatu hari nanti akan peroleh tenang. Namun, terdapat cabaran besar dalam menjayakan perasaan memaafkan iaitu amarah dan ego. Justeru, suatu kejayaan besar bagi sesiapa yang mampu menahan marahnya sehingga Allah SWT memuji orang-orang yang mampu menahan amarahnya seperti firman-Nya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya.” (Surah Ali ’Imran, ayat 134).

Demikian pula Rasulullah SAW menegaskan bahwa orang yang mampu menahan dirinya di saat marah adalah oang yang punya kekuatan sejati sebagaimana sabda Baginda mafhumnya: “Orang yang kuat bukan yang banyak mengalahkan orang dengan kekuatannya. Orang yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya di saat marah.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari).

Adalah amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan kepadanya seraya memaafkan kesalahan orang itu padahal ia mampu untuk membalasnya. Gangguan itu bermacam-macam bentuknya. Adakalanya berupa cercaan, pukulan, rampasan hak, dan sebagainya. Memang sewajarnya tatkala seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Namun alangkah mulia dan baik saat dia memaafkan dan berlapang dada untuk melupakan. Allah SWT berfirman mafhumnya: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Surah Asy-Syura, ayat 40)

Bak kata orang dahulu; mengalah tak bererti kalah. Memaafkan kesalahan acapkali dilihat sebagai sikap lemah dan satu bentuk kehinaan. Walhal di sisi Allah sangat jauh kemuliaan yang di berikan kepada individu itu. Allah berfirman yang bermaksud: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Dan sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Surat Fushshilat, ayat 34-35).

Ibnu Katsir dalam menerangkan: “Bila kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat tadi merapat denganmu, mencintaimu, dan cenderung kepadamu sehingga dia (akhirnya) menjadi temanmu yang dekat.” Ibnu Abbas pula menerangkan bahawa Allah SWT memerintahkan orang beriman untuk bersabar di kala marah, bermurah hati ketika diremehkan, dan memaafkan di saat diperlakukan buruk. Bila mereka melakukan ini maka Allah menjaga mereka dari tipu daya syaitan dan musuh pun tunduk kepadanya sehingga menjadi teman yang dekat.

Allah Taala berfirman: “Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Surah At-Taghabun, ayat 14). Selain itu Allah juga berfirman mafhumnya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Surah An-Nur, ayat 22).

Inilah formula paling indah tatkala memaafkan akan menghasilkan ketenangan. Ketenangan itu bukan sahaja akan muncul di dunia bahkan akan membawa hingga di hari akhirat kelak. Walau ia berat tetapi cukup menguntngkan sebagaimana yang di nyatakan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah  bersabda :“Barangsiapa yang didatangi  saudaranya yang hendak meminta maaf ,hendaklah memaafkannya,apakah ia berada dipihak  yang benar ataukah yang salah, apabila tidak melakukan hal  tersebut (memaafkan) , niscaya tidak akan mendatangi telagaku (di akhirat). (Hadis Riwayat Al-Hakim)

“Barangsiapa senang  melihat bangunannya  dimuliakan, derjatnya di tingkatkan , maka hendaklah dia mengampuni  orang yang bersalah kepadanya, dan menyambung (menghubungi) orang yang pernah  memutuskan hubungannya dengan dia”. (Hadis Riwayat Al-Hakim). Ia di kukuhkan lagi dengan sabda baginda SAW: “Jika hari kiamat tiba, terdengarlah suara panggilan, “Manakah  orang-orang yang suka mengampuni dosa  sesama manusianya?” Datanglah kamu kepada Tuhan-mu dan terimalah pahala-pahalamu .Dan menjadi hak setiap muslim  jika ia memaafkan kesalahan orang lain untuk masuk syurga.” (Hadis Riwayat  Adh-Dhahak).

Rencana ini telah disiarkan dalam segmen Agama akhbar Berita Harian edisi 1 April 2016
Scroll to Top